BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Peranan
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dalam perekonomian Indonesia pada dasarnya sudah
besar sejak dulu. Namun demikian sejak krisis ekonomi melanda Indonesia,
peranan UKM meningkat dengan tajam. Data dari Biro Pusat Statistik (BPS)
menunjukkan bahwa persentase jumlah UKM dibandingkan total perusahaan pada Tahun
2015 adalah sebesar 98,82%. Pada tahun yang sama, jumlah tenaga kerja yang
terserap oleh sektor ini mencapai 99,4% dari total tenaga kerja. Demikian juga
sumbangannya pada Produk Domestik Bruto (PDB) juga besar, lebih dari separuh
ekonomi Indonesia didukung oleh produksi dari UKM (59,3%). Data tersebut
menunjukkan bahwa peranan UKM dalam perekonomian Indonesia adalah sentral dalam
menyediakan lapangan pekerjaan dan menghasilkan output. Akan tetapi kontribusi
UKM terhadap ekspor Indonesia Tahun 2015 baru sekitar 15,8% (http://www.kemenperin.go.id).
Sektor
ekonomi UKM yang memiliki proporsi unit usaha terbesar berdasarkan statistik
UKM tahun 2014-2015 adalah sektor (1) Pertanian,
Peternakan, Kehutanan dan Perikanan; (2) Perdagangan, Hotel dan
Restoran; (3) Industri Pengolahan; (4) Pengangkutan dan
Komunikasi; serta (5) Jasa – jasa. Sedangkan sektor ekonomi yang memiliki
proporsi unit usaha terkecil secara berturut-turut adalah sektor (1)
Pertambangan dan Penggalian; (2)
Bangunan; (3) Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan; serta (4) Listrik, Gas
dan Air Bersih.
Saat ini UKM sektor industri makanan
mendapatkan prioritas untuk dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Meskipun peranan UKM industri makanan dalam
perekonomian Indonesia adalah sentral, namun kebijakan pemerintah maupun
pengaturan yang mendukungnya sampai sekarang dirasa belum maksimal sebagai
contoh perijinan,
teknologi, struktur, manajemen, pelatihan dan pembiayaan masih dirasa kurang maksimal. (http://fokus-umkm.com). Selain itu, di
Indonesia kebijakan terhadap UKM
lebih sering dikaitkan dengan upaya pemerintah mengurangi pengangguran,
memerangi kemiskinan dan pemerataan pendapatan, karena itu pengembangan UKM sering dianggap hanya sekedar
sebagai kebijakan penciptaan kesempatan kerja, atau kebijakan redistribusi
pendapatan. Jadi, di Indonesia kebijakan UKM masih berorientasi kepada tugas sosial
daripada berorientasi
kepada pasar atau persaingan. Kebijakan UKM
belum sepenuhnya terintegrasi dalam kebijakan ekonomi makro (Tulus Tambunan dalam
Djamhari, 2004:522).
Selain itu
kelemahan dalam organisasi, manajemen, maupun penguasaan teknologi juga belum
memadai. Masih banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh UKM industri makanan membuat
peranan UKM dalam perekonomian nasional tidak dapat maksimal. Permasalahan yang
dianggap mendasar adalah kecenderungan pemerintah dalam pengembangan UKM
seringkali hanya merupakan tindakan darurat untuk mengatasi kesenjangan ekonomi antara usaha
besar dan UKM. Tindakan
darurat bersifat sementara membuat tidak adanya kesinambungan dan konsistensi antara
peraturan dan pelaksanaannya sehingga tujuan pengembangan UKM industri makanan pun
kurang tercapai secara maksimal terutama terkait dengan tujuan memberdayakan
usaha melalui kemandirian modal usaha (Adiningsih, 2004:1).
Selain dampak negatif dari inkonsistensi
kebijakan, UKM industri makanan juga dihadapkan kepada persaingan yang ketat dengan UMKM,
dengan target peningkatan UMKM pertahunnya sebesar 20%. Dalam
setiap perencanaan tahapan pembangunan khusunya oleh Kementerian Perindustrian
dan Perdagangan dan Kementerian Koperasi dan UMKM, pengembangan UMKM menjadi
prioritas.
Dengan diberlakukanya MEA
(Masyarakat Ekonomi ASEAN) pada Tahun 2015, telah membawa dampak positif dan
dampak negatif kepada UMKM di Indonesia. Dampak positif yang muncul adalah
masyarakat dapat menjual barang-barang hasil produksinya ke Negara di ASEAN
dengan mudah, namun dampak negatifnya akan banyak produk-produk yang masuk
kedalam negeri sehingga menjadikan persaingan menjadi lebih ketat. Strategi
untuk perekonomian Indonesia, selain pasar bebas yang berlaku sekarang menuntut
kesiapan juga para pelaku UMKM di Indonesia agar mampu bersaing. (http://www.kompasiana.com).
Pemenuhan
terhadap kebutuhan, konsumen sekarang, cenderung lebih individualis dan
menuntut sesuatu hal yang lebih bersifat pribadi atau personal. Untuk memenuhi
kebutuhan tersebut diperlukan kemampuan untuk lebih memahami keinginan dan
kebutuhan konsumen. Diterima tidaknya produk yang dijual sangat tergantung pada
persepsi konsumen atas produk tersebut.
Persepsi
konsumen atas suatu produk tergantung kepada jenis produk, harga, promosi dan
tempat yang semua itu merupakan bauran pemasaran yang akan mempengaruhi
keputusan pembelian (Sumarwan, 2003:13). Untuk memahami penetapan keputusan
pembelian konsumen, maka perlu analisis atas sifat-sifat keterlibatan konsumen
dengan produk atau jasa. Tingkat keterlibatan konsumen terhadap produk atau
jasa berarti berusaha mengidentifikasi hal-hal yang menyebabkan seseorang
merasa harus terlibat atau tidak dalam pembelian suatu produk atau jasa.
Tingkat keterlibatan konsumen dalam suatu pembelian juga bisa dipengaruhi oleh
stimulus (rangsangan) yang termasuk dalam bauran pemasaran (marketing mix).
Dewasa
ini, salah satu UKM industri makanan yang mengalami perkembangan cukup
signifikan adalah dodol nanas. Dodol adalah sejenis makanan yang dikategorikan rasanya
manis. Salah satu unit usaha bahan makanan pengolahan buah nanas menjadi dodol
nanas adalah unit usaha yang bernama Kartika yang merupakan salah satu jenis
usaha kelompok yang telah berjalan selama 19 tahun yaitu mulai dari Tahun 1997,
akan tetapi masih mengalami perkembangan yang fluktuatif, khususnya dalam rentang
waktu 5 tahun terakhir. Laba bersih perusahaan tersebut mengalami penurunan Tahun
2011 sampai dengan Tahun 2015.
Tabel 1.1
Perkembangan Laba Bersih
Perusahaan Dodol Nanas Kartika
Berdasarkan Indeks Tahun 2011 –
2015
No
|
Tahun
|
Laba
Bersih (Rp)
|
Persentase
kenaikan/Penurunan Laba bersih (+/-)
|
1
|
2011
|
85.491.600
|
-
|
2
|
2012
|
100.944.000
|
18,10
|
3
|
2013
|
74.652.000
|
-12,68
|
4
|
2014
|
65.425.200
|
-23,47
|
5
|
2015
|
41.436.000
|
-51,53
|
Sumber: Laporan Laba Dodol Nanas Kartika
Sedangkan
jumlah penjualan Dodol Nanas Kartika mengalami penurunan pada dari Tahun 2011
sampai dengan Tahun 2015 seperti terlihat pada tabel berikut:
Tabel 1.2
Perkembangan Jumlah Penjualan Dodol
Nanas Kartika
Berdasarkan Indeks Tahun 2011 - 2015
Tahun
|
Jumlah Penjualan (perkiraan)
|
Penurunan
/Kenaikan (+/-)
|
% Penurunan
/Kenaikan (+/-)
|
2011
|
2700
|
-
|
-
|
2012
|
2900
|
+200
|
7,41
|
2013
|
2650
|
-50
|
-1,85
|
2014
|
2500
|
-200
|
-7,41
|
2015
|
2400
|
-300
|
-11,11
|
Sumber:
Informasi pemilik usaha Dodol Nanas Kartika
Dari
informasi diatas dapat diketahui bahwa perkembangan usaha Dodol Nanas Kartika menunjukkan
penurunan yang terus meningkat, baik dilihat dari keuntungan maupun jumlah penjualan
yang setiap tahunnya cenderung mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa
keputusan pembelian konsumen atas produk Dodol Nanas terus menurun.
Menurunnya
tingkat penjualan yang berimbas pada menurunnya keuntungan perusahaan Dodol
Nanas Kartika disebabkan oleh faktor-faktor pelaksanaan bauran pemasaran yang
belum optimal, salah satunya dari segi produk. Hal ini dapat dilihat dari
fenomena produk Dodol Nanas Kartika sebagai berikut:
- Produk Dodol Kartika yang dikemas sederhana hanya dengan menggunakan plastik polyethilene yang ketebalan mencapai 0.08 mm. Sedangkan produk pesaing seperti Dodol Nanas Lia Sari dikemas lebih menarik. Seperti yang terlihat pada gambar berikut:
Gambar 1.1
Produk Dodol Kartika
Gambar 1.2
Produk Dodol Mekar Sari
- Produk Dodol Nanas hanya dipasarkan di daerah produksi dodol nanas yaitu hanya dipasarkan di Kabupaten Subang. Produk nanas lainnya dipasarkan lebih luas seperti Mekar Sari Khotimah, Lia Sari, Mulya Rasa banyak dipasarkan di Bandung, Sumedang, Cirebon dan Indramayu.
- Promosi Dodol Nanas Kartika belum mengoptimalkan media online, spanduk, leaflet, dll sehingga produk Dodol Nanas Kartika masih belum dikenal luas oleh masyarakat, serta belum adanya promosi penjualan dengan menggunakan strategi diskon harga.
- Dari sisi harga produk, Dodol Nanas Kartika lebih mahal dibandingkan kompetitornya.
Gambar 1.3
Perbandingan Harga
Produk Dodol Kartika Dengan
Produk Lain
No
|
Produk
|
Kartika
|
Mekarsari Lia Sari
|
|
Harga
|
Harga
|
|||
1
|
Dodol nanas
|
Rp 20,000/kg
|
Rp 18,500/kg
|
|
2
|
Wajit nanas
|
Rp 20,000/kg
|
Rp 18,500/kg
|
|
3
|
Keripik Nanas
|
Rp 10000/kg
|
Rp 8000/kg
|
Sumber:
informasi langsung di lapangan.
- Dari sisi saluran distribusi, Dodol Nanas Kartika memperkenalkan produknya hanya dengan cara penjualan berkelompok (titip barang), dan perorangan (langsung) ke pusat perbelanjaan (Griya Yogya) di Subang, Toko Kue Purnama, Toko Kue Oleh-Oleh Shinta.
- Jumlah gerai yang menjual Dodol Nanas Kartika masih terbatas, di Kota Subang sebanyak 6 gerai dan baru 1 gerai ada di kota lainnya yaitu di Bandung.
Bertitik tolak dari permasalahan yang sudah
dijelaskan tersebut, peneliti tertarik untuk mengambil thesis dengan judul: “PENGARUH PRODUK, HARGA, PROMOSI DAN
SALURAN DISTRIBUSI TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN PADA
PRODUK DODOL NANAS KARTIKA KABUPATEN SUBANG”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan fenomena yang telah
diuraikan maka masalahnya dapat dirumuskan bahwa bauran pemasaran belum optimal
dan keputusan konsumen untuk membeli produk Dodol Nanas Kartika mengalami
penurunan sehingga apabila dibiarkan perusahaan akan mengalami kehancuran. Dari
rumusan masalah tersebut, maka pokok masalahnya adalah: “Adakah pengaruh bauran
pemasaran yang terdiri atas produk, harga, promosi dan saluran distribusi baik
secara parsial maupun simultan terhadap keputusan pembelian konsumen pada
produk Dodol Nanas Kartika Kabupaten Subang?.”
C. Tujuan Penelitian
Bertolak dari latar belakang masalah
yang telah dirumuskan maka tujuan penelitian dilakukan adalah:
1.
Untuk
menganalisis gambaran pelaksanaan bauran pemasaran (produk, harga, promosi dan
saluran distribusi) Dodol Nanas Kartika Kabupaten Subang.
2.
Untuk
menganalisis gambaran pembelian konsumen pada produk Dodol Nanas Kartika
Kabupaten Subang.
3.
Untuk
menganalisis pengaruh produk, harga, promosi dan saluran distribusi yang terjadi
terhadap keputusan pembelian konsumen baik secara parsial maupun secara
simultan.
D.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini ada
dua, yaitu: manfaat secara akademis dan secara praktis. Adapun manfaat tersebut
adalah:
1.
Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat
menjadi sarana untuk mengaplikasikan berbagai teori yang telah dipelajari, sehingga
selain berguna bagi pengembangan, pemahaman, penalaran, dan pengalaman
peneliti, diharapkan dapat berguna bagi pengembangan pengetahuan dibidang ilmu
administrasi dan manajemen bisnis, khususnya mengenai bauran pemasaran seperti
produk, harga, promosi dan saluran distribusi serta keputusan pembelian
konsumen.
2.
Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi bahan masukan bagi pengusaha, khususnya untuk pengusaha Dodol Nanas
Kartika di Kabupaten Subang untuk
menentukan langkah-langkah strategi pemasaran
produknya melalui bauran pemasaran seperti produk, harga, promosi dan saluran
distribusi dalam meningkatkan keputusan pembelian konsumen. Dengan meningkatnya
pembelian konsumen tentunya akan meningkatkan jumlah pembelian dan keuntungan
bagi perusahaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar